Thursday, December 8, 2016

Bab Azan (Tejemah Sahih Bukhari)

Bab Ke-1: Permulaan Azan dan Firman Allah Azza Wa Jalla, "Apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal." (al-Maa'idah: 59) Dan Firman Allah, "Apabila mereka diseru untuk menunaikan shalat pada hari jumat."(al-Jumu'ah: 9)

335. Ibnu Umar berkata, "Ketika kaum muslimin datang di Madinah, mereka berkumpul. Lalu, mereka menentukan waktu shalat, sedang belum ada panggilan untuk shalat (azan). Pada suatu hari mereka memperbincangkan hal itu. Sebagian dari mereka berkata, 'Ambillah lonceng seperti lonceng (gereja) orang-orang Kristen.' Sebagian mereka berkata, 'Bahkan, terompet saja seperti terompet orang-orang Yahudi.' Umar berkata, 'Apakah kalian tidak mengutus seorang laki-laki yang memanggil untuk shalat? Rasulullah saw. bersabda, 'Hai Bilal, berdirilah, panggilah (azanlah) untuk shalat!'"

Bab Ke-2: Azan Dua Kali-Dua Kali

336. Anas bin Malik berkata, "Pada waktu orang-orang sudah banyak", ia mengatakan selanjutnya, "Mereka mengusulkan supaya mengetahui waktu shalat telah tiba, dengan suatu tanda yang mereka kenal. Ada yang mengusulkan dengan menyalakan api atau membunyikan lonceng. (Mereka menyebut-nyebut orang Yahudi dan orang-orang Nasrani). Maka, Bilal disuruh untuk menggenapkan (dua kali-dua kali) azan dan menggasalkan (satu kali-satu kali) iqamah, kecuali lafal-lafal iqamat, "Qad qaamatish shalaah."


Bab Ke-3: Iqamah Itu Diucapkan Satu Kali Kecuali Ucapan "Qad Qaamatish Shalaah"

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian hadits Anas di muka.")


Bab Ke-4: Keutamaan Mengerjakan Azan

337. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila dikumandangkan panggilan shalat (azan), maka setan membelakangi sambil kentut sehingga tidak mendengar azan. Apabila azan itu telah selesai, maka ia datang lagi. Sehingga, apabila diiqamati untuk shalat, maka ia membelakangi lagi. Apabila iqamah itu telah selesai, maka ia datang. Sehingga, ia melintaskan pikiran antara seseorang dan dirinya (dan dalam satu riwayat: dan hatinya 4/94). Ia berkata, 'Ingatlah ini, ingatlah ini!' Yaitu, ia mengingatkan kepada orang itu sesuatu yang tidak diingatnya (lalu dikacaukan pikirannya 2/67). Sehingga, orang itu tidak mengetahui berapa rakaat ia shalat. (dalam satu riwayat: Tidak mengetahui, apakah telah mendapat tiga rakaat atau empat rakaat)." Maka, apabila seseorang dari kamu tidak mengetahui apakah ia telah shalat tiga rakaat ataukah empat rakaat, maka hendaklah ia sujud dua kali (dalam satu riwayat: dua kali sujud sahwi) sambil duduk (2/67).


Bab Ke-5: Mengeraskan Suara pada Waktu Azan

Umar bin Abdul Aziz berkata (kepada orang yang azan), "Kumandangkanlah azan dengan jelas dan terang. Kalau tidak, hendaklah engkau diganti.'"[1]

338. Dari Abdullah bin Abdur Rahman bin Abi Sha'sha'ah al Anshari kemudian al-Mazini bahwa Abu Sa'id al-Khudri berkata kepadanya, "Kulihat Anda menyukai kambing dan dusun kecilmu. Karena itu, apabila Anda sedang berada di dekat kambing-kambingmu atau di dusunmu, dan Anda hendak azan buat shalat, maka keraskanlah suara azanmu itu. Karena, barangsiapa yang mendengar gema suara azan, baik jin maupun manusia atau lain-lainnya, melainkan semuanya akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat nanti. Begitulah kudengar dari Rasulullah."


Bab Ke- 6: Berhenti Perang Sewaktu Mendengar Azan

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian hadits Anas yang akan disebut kan pada "'55-AL-WASHAYA/26- BAB'.")


Bab Ke-7: Apa yang Diucapkan Seseorang Ketika Mendengar Suara Orang Azan

339 Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila kamu mendengar azan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin (orang yang mengumandangkan azan) itu."


Bab Ke-8: Berdoa Ketika Selesai Azan

340. Jabir bin Abdullah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang ketika mendengar azan mengucapkan:



'Allahumma rabba haadzihid da' watit taammati washshalaatil qaaimati aati muhammadanil wasiilata walfadhiilata wab'atshu maqaamam mahmuudanilladzii wa'adtah' 'Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang akan ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad perantaraan dan keutamaan. Bangkitkanlah ia pada maqam (kedudukan) yang Engkau janjikan', maka pastilah ia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat."


Bab Ke-9: Mengadakan Undian dalam Berazan

Diceritakan bahwa orang-orang berselisih karena rebutan untuk melakukan azan, lalu Sa'ad mengadakan undian di antara mereka.[2]

341. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Seandainya manusia mengetahui pahala azan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan undian, niscaya mereka melakukan undian itu. Seandainya mereka mengetahui pahala bersegera pergi menunaikan shalat, niscaya mereka berlomba-lomba kepadanya. Dan, seandainya mereka mengetahui pahala jamaah shalat isya dan subuh, niscaya mereka mendatanginya meskipun dengan merangkak."


Bab Ke-10: Bercakap-cakap di Dalam Berazan

Sulaiman bin Shurad berbincang-bincang sewaku ia mengumandangkan azan.[3]

Hasan berkata, "Tidak apa-apa kalau muadzin tertawa sewaktu mengumandangkan azan atau iqamah."[4]

342. Abdullah bin Harits (anak paman Muhammad bin Sirin 1/216) berkata, "Ibnu Abbas pernah berkhutbah di hadapan kami semua pada suatu saat hujan berlumpur. Ketika muadzin mengumandangkan azan sampai pada lafaz, 'Hayya 'alash shalaah', maka Ibnu Abbas menyuruh orang yang azan itu supaya berseru, Ash-shalaatu fir-rihaal 'Shalat dilakukan di tempat kediaman masing-masing!'.' (Dalam satu riwayat: Ibnu Abbas berkata kepada muadzinnya pada hari hujan, "Apabila engkau selesai mengucapkan, 'Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, maka janganlah kamu ucapkan, 'Hayya 'alash shalaah', tetapi ucapkanlah, "Shalluu fii buyuutikum"). Maka, orang-orang saling melihat satu sama lain (seakan-akan mengingkari tindakan Ibnu Abbas itu 1/163). Ibnu Abbas berkata, "Tampaknya kalian mengingkari perbuatan ini? Hal ini sudah pernah dilakukan oleh orang yang jauh lebih baik daripada muadzinku ini (dan dalam satu riwayat: daripada aku, yakni orang yang lebih baik itu adalah Nabi saw.). Sesungguhnya shalat (dalam satu riwayat: Jumatan) itu adalah sebuah ketetapan, tetapi aku tidak suka mengeluarkan kalian (dan dalam satu riwayat: Saya tidak ingin mempersalahkan kalian, sehingga kalian datang sambil berlumuran tanah. Dalam satu riwayat: lantas kalian berjalan di tanah dan lumpur) seperti ke ladang kalian.'"


Bab Ke-11: Azan Orang Buta Jika Ada Orang Yang Memberitahukan Kepadanya Perihal Masuknya Waktu Shalat

343. Abdullah (bin Umar) mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Bilal itu azan di malam hari. Maka, makan dan minumlah kamu sehingga Ibnu Ummi Maktum azan." Ia berkata, "Ibnu Ummi Maktum itu seorang tunanetra. Ia tidak azan sehingga dikatakan kepadanya (dan dalam satu riwayat: sehingga orang-orang berkata kepadanya, 3/152) 'Telah subuh, telah subuh.'"


Bab Ke-12: Azan Setelah Fajar

344. Hafshah mengatakan bahwa Rasulullah apabila muadzin subuh beritikaf[5] (selesai azan) dan subuh sudah jelas, maka beliau shalat dua rakaat yang ringan sebelum shalat itu (subuh) dilaksanakan.


Bab Ke-13: Berazan Sebelum Subuh

345. Abdullah bin Mas'ud mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Jangan sekali-kali azan Bilal menghalangi salah seorang di antaramu dari sahurnya karena dia azan di malam hari, agar orang yang mendirikan (shalat malam) kembali dan orang-orang yang tidur agar ingat (bangun). Dan, fajar atau subuh belum tampak." Beliau berisyarat dengan jari-jari di angkat ke atas dan menundukkannya ke bawah, sehingga beliau berbuat begini. Zuhair berisyarat dengan kedua jari penunjuknya, yang satu di atas yang lain, kemudian membentangkannya ke kanan dan ke kiri. (dalam satu riwayat: Yazid menampakkan kedua tangannya, kemudian membentangkan yang satu dari yang lain. 6/176)[6]


Bab Ke-14: Berapa Lama Waktu Antara Azan dan Iqamah serta Orang yang Menantikan Iqamah untuk Shalat

346. Anas bin Malik berkata, "Apabila juru azan telah selesai berazan, maka para (pembesar) sahabat Nabi beralih ke pilar-pilar masjid pada waktu maghrib sampai beliau keluar sedang mereka masih shalat dua rakaat sebelum shalat maghrib. Sedangkan, di antara azan dan iqamah itu tidak ada apa-apa." (Dalam riwayat yang mu'allaq: Jarak keduanya-azan dan iqamah-itu hanya sedikit)


Bab Ke-15: Orang yang Menantikan Iqamah Shalat

347. Aisyah r.a. berkata, "Apabila muadzin telah selesai azan subuh, maka Rasulullah melakukan shalat dua rakaat yang ringan sebelum shalat subuh, sesudah terbit fajar. Setelah itu beliau berbaring ke sebelah kanan sampai muadzin datang kepada beliau memberitahukan hendak iqamah."


Bab Ke-16: Di Antara Tiap-tiap Azan Dan Iqamah Ada Shalat (Sunnah) bagi Orang yang Mau

348. Abdullah bin Mughaffal berkata, "Nabi bersabda, 'Di antara setiap dua azan (yakni antara azan dan iqamah) terdapat shalat, di antara dua azan terdapat shalat.' Kemudian beliau bersabda pada kali ketiga, 'Bagi siapa yang mau.'"


Bab Ke-1 7: Orang yang Mengatakan Harus Ada Seorang Muadzin di Dalam Perjalanan

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Malik ibnul Huwairits yang akan disebutkan pada '95 -KHABARUL WAHID / 1 - BAB'.")


Bab Ke-18: Azan untuk Orang yang Bepergian Bersama-sama dan Iqamah, Juga di Arafah Dan Muzdalifah. Demikian Pula Ucapan Muadzin, "Ash-shalaatu Fir-rihaal 'Shalatlah Di Tempat Masing-Masing'," Pada Malam yang Dingin atau Pada Saat Turun Hujan


Bab Ke-19: Apakah Suatu Keharusan Muadzin Menghadap dan Menoleh ke Sana-Sini (ke Kanan dan ke Kiri) Pada Waktu Azan?

Diriwayatkan dari Bilal bahwa ia meletakkan kedua jari-jarinya di kedua telinganya.[7]
Ibnu Umar tidak pernah meletakkan kedua jari-jarinya pada kedua telinganya (pada waktu azan).[8]
Ibrahim mengatakan, "Tidak apa-apa mengumandangkan azan dengan tanpa berwudhu."[9]
Atha' berkata, "Wudhu pada waktu azan adalah hak (yakni begitulah yang terbaik) dan hukumnya adalah sunnah."[10]
Aisyah berkata, "Nabi berzikir (mengingat Allah) pada semua waktunya."[11]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian hadits Abu Juhaifah yang disebutkan pada nomor 211 di muka.")


Catatan Kaki:

[1] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/154) dengan sanad sahih darinya.

[2] Imam Bukhari mengisyaratkan lemahnya riwayat ini. Riwayat ini di-maushul-kan oleh Baihaqi dengan sanad yang munqathi 'terputus', dan di-maushul-kan oleh Said bin Umar, tetapi dia matruk 'ditinggalkan oleh para ulama hadits'.

[3] Di-maushul-kan oleh penyusun di dalam At-Tarikh dengan isnad yang sahih dari Sulaiman.

[4] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak melihat riwayat ini maushul."

[5] Demikianlah bunyi lafal pada kebanyakan perawi Bukhari, padahal lafal "I'takafa" ini keliru. Yang benar ialah yang disebutkan dalam al Muwaththa'-dan dari jalan ini penyusun menerimanya-yang berbunyi sakata 'diam'. Silakan periksa al Fath jika Anda berkenan. Lafal seperti ini (sakata) juga terdapat di dalam riwayat Aisyah seperti yang akan disebutkan pada nomor 347 nanti.

[6] Isyarat ini maknanya, cahaya yang memanjang dari atas ke bawah adalah fajar kadzib, dan ini berarti hari masih malam; sedang fajar shadiq ialah yang cahayanya mendatar.

[7] Di-maushul-kan oleh lbnu Abi Syaibah (1/141), Abdur Razzaq (1806), dan Tirmidzi, dan isnadnya sahih menurut syarat Bukhari dan Muslim.

[8] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (1816) dan Ibnu Abi Syaibah (1/210) dengan sanad yang bagus dari Ibnu Urnar.

[9] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang sahih darinya.

[10] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (1799) dengan sanad yang sahih darinya.

[11] Telah disebutkan di muka secara mu'allaq pada nomor 58 beserta penjelasan tentang siapa yang me-maushul-kannya di sana.


EmoticonEmoticon