Bab Ke-1: Permulaan Azan dan Firman Allah Azza Wa Jalla,
"Apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka
benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal." (al-Maa'idah: 59) Dan
Firman Allah, "Apabila mereka diseru untuk menunaikan shalat pada hari
jumat."(al-Jumu'ah: 9)
335. Ibnu Umar berkata, "Ketika kaum muslimin datang di
Madinah, mereka berkumpul. Lalu, mereka menentukan waktu shalat, sedang belum
ada panggilan untuk shalat (azan). Pada suatu hari mereka memperbincangkan hal
itu. Sebagian dari mereka berkata, 'Ambillah lonceng seperti lonceng (gereja)
orang-orang Kristen.' Sebagian mereka berkata, 'Bahkan, terompet saja seperti
terompet orang-orang Yahudi.' Umar berkata, 'Apakah kalian tidak mengutus
seorang laki-laki yang memanggil untuk shalat? Rasulullah saw. bersabda, 'Hai
Bilal, berdirilah, panggilah (azanlah) untuk shalat!'"
Bab Ke-2: Azan Dua Kali-Dua Kali
336. Anas bin Malik berkata, "Pada waktu orang-orang
sudah banyak", ia mengatakan selanjutnya, "Mereka mengusulkan supaya
mengetahui waktu shalat telah tiba, dengan suatu tanda yang mereka kenal. Ada
yang mengusulkan dengan menyalakan api atau membunyikan lonceng. (Mereka
menyebut-nyebut orang Yahudi dan orang-orang Nasrani). Maka, Bilal disuruh
untuk menggenapkan (dua kali-dua kali) azan dan menggasalkan (satu kali-satu
kali) iqamah, kecuali lafal-lafal iqamat, "Qad qaamatish shalaah."
Bab Ke-3: Iqamah Itu Diucapkan Satu Kali Kecuali Ucapan
"Qad Qaamatish Shalaah"
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan
dengan isnadnya sebagian hadits Anas di muka.")
Bab Ke-4: Keutamaan Mengerjakan Azan
337. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,
"Apabila dikumandangkan panggilan shalat (azan), maka setan membelakangi
sambil kentut sehingga tidak mendengar azan. Apabila azan itu telah selesai,
maka ia datang lagi. Sehingga, apabila diiqamati untuk shalat, maka ia
membelakangi lagi. Apabila iqamah itu telah selesai, maka ia datang. Sehingga,
ia melintaskan pikiran antara seseorang dan dirinya (dan dalam satu riwayat:
dan hatinya 4/94). Ia berkata, 'Ingatlah ini, ingatlah ini!' Yaitu, ia
mengingatkan kepada orang itu sesuatu yang tidak diingatnya (lalu dikacaukan
pikirannya 2/67). Sehingga, orang itu tidak mengetahui berapa rakaat ia shalat.
(dalam satu riwayat: Tidak mengetahui, apakah telah mendapat tiga rakaat atau
empat rakaat)." Maka, apabila seseorang dari kamu tidak mengetahui apakah
ia telah shalat tiga rakaat ataukah empat rakaat, maka hendaklah ia sujud dua
kali (dalam satu riwayat: dua kali sujud sahwi) sambil duduk (2/67).
Bab Ke-5: Mengeraskan Suara pada Waktu Azan
Umar bin Abdul Aziz berkata (kepada orang yang azan),
"Kumandangkanlah azan dengan jelas dan terang. Kalau tidak, hendaklah
engkau diganti.'"[1]
338. Dari Abdullah bin Abdur Rahman bin Abi Sha'sha'ah al
Anshari kemudian al-Mazini bahwa Abu Sa'id al-Khudri berkata kepadanya,
"Kulihat Anda menyukai kambing dan dusun kecilmu. Karena itu, apabila Anda
sedang berada di dekat kambing-kambingmu atau di dusunmu, dan Anda hendak azan
buat shalat, maka keraskanlah suara azanmu itu. Karena, barangsiapa yang
mendengar gema suara azan, baik jin maupun manusia atau lain-lainnya, melainkan
semuanya akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat nanti. Begitulah kudengar
dari Rasulullah."
Bab Ke- 6: Berhenti Perang Sewaktu Mendengar Azan
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan
dengan isnadnya sebagian hadits Anas yang akan disebut kan pada
"'55-AL-WASHAYA/26- BAB'.")
baca: Bab Amalan Dalam Sholat
Bab Ke-7: Apa yang Diucapkan Seseorang Ketika Mendengar
Suara Orang Azan
339 Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda, "Apabila kamu mendengar azan, maka ucapkanlah seperti apa yang
diucapkan muadzin (orang yang mengumandangkan azan) itu."
Bab Ke-8: Berdoa Ketika Selesai Azan
340. Jabir bin Abdullah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda, "Barang siapa yang ketika mendengar azan mengucapkan:
'Allahumma rabba haadzihid da' watit taammati washshalaatil
qaaimati aati muhammadanil wasiilata walfadhiilata wab'atshu maqaamam
mahmuudanilladzii wa'adtah' 'Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna
ini dan shalat yang akan ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad perantaraan dan
keutamaan. Bangkitkanlah ia pada maqam (kedudukan) yang Engkau janjikan', maka
pastilah ia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat."
Bab Ke-9: Mengadakan Undian dalam Berazan
Diceritakan bahwa orang-orang berselisih karena rebutan
untuk melakukan azan, lalu Sa'ad mengadakan undian di antara mereka.[2]
341. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,
"Seandainya manusia mengetahui pahala azan dan shaf pertama, kemudian
mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan undian, niscaya mereka melakukan
undian itu. Seandainya mereka mengetahui pahala bersegera pergi menunaikan
shalat, niscaya mereka berlomba-lomba kepadanya. Dan, seandainya mereka
mengetahui pahala jamaah shalat isya dan subuh, niscaya mereka mendatanginya
meskipun dengan merangkak."
Bab Ke-10: Bercakap-cakap di Dalam Berazan
Sulaiman bin Shurad berbincang-bincang sewaku ia
mengumandangkan azan.[3]
Hasan berkata, "Tidak apa-apa kalau muadzin tertawa
sewaktu mengumandangkan azan atau iqamah."[4]
342. Abdullah bin Harits (anak paman Muhammad bin Sirin
1/216) berkata, "Ibnu Abbas pernah berkhutbah di hadapan kami semua pada
suatu saat hujan berlumpur. Ketika muadzin mengumandangkan azan sampai pada
lafaz, 'Hayya 'alash shalaah', maka Ibnu Abbas menyuruh orang yang azan itu
supaya berseru, Ash-shalaatu fir-rihaal 'Shalat dilakukan di tempat kediaman
masing-masing!'.' (Dalam satu riwayat: Ibnu Abbas berkata kepada muadzinnya
pada hari hujan, "Apabila engkau selesai mengucapkan, 'Asyhadu anna Muhammadar
Rasulullah, maka janganlah kamu ucapkan, 'Hayya 'alash shalaah', tetapi
ucapkanlah, "Shalluu fii buyuutikum"). Maka, orang-orang saling
melihat satu sama lain (seakan-akan mengingkari tindakan Ibnu Abbas itu 1/163).
Ibnu Abbas berkata, "Tampaknya kalian mengingkari perbuatan ini? Hal ini
sudah pernah dilakukan oleh orang yang jauh lebih baik daripada muadzinku ini
(dan dalam satu riwayat: daripada aku, yakni orang yang lebih baik itu adalah
Nabi saw.). Sesungguhnya shalat (dalam satu riwayat: Jumatan) itu adalah sebuah
ketetapan, tetapi aku tidak suka mengeluarkan kalian (dan dalam satu riwayat:
Saya tidak ingin mempersalahkan kalian, sehingga kalian datang sambil
berlumuran tanah. Dalam satu riwayat: lantas kalian berjalan di tanah dan
lumpur) seperti ke ladang kalian.'"
Bab Ke-11: Azan Orang Buta Jika Ada Orang Yang
Memberitahukan Kepadanya Perihal Masuknya Waktu Shalat
343. Abdullah (bin Umar) mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda, "Sesungguhnya Bilal itu azan di malam hari. Maka, makan dan
minumlah kamu sehingga Ibnu Ummi Maktum azan." Ia berkata, "Ibnu Ummi
Maktum itu seorang tunanetra. Ia tidak azan sehingga dikatakan kepadanya (dan
dalam satu riwayat: sehingga orang-orang berkata kepadanya, 3/152) 'Telah
subuh, telah subuh.'"
Bab Ke-12: Azan Setelah Fajar
344. Hafshah mengatakan bahwa Rasulullah apabila muadzin
subuh beritikaf[5] (selesai azan) dan subuh sudah jelas, maka beliau shalat dua
rakaat yang ringan sebelum shalat itu (subuh) dilaksanakan.
Bab Ke-13: Berazan Sebelum Subuh
345. Abdullah bin Mas'ud mengatakan bahwa Nabi saw bersabda,
"Jangan sekali-kali azan Bilal menghalangi salah seorang di antaramu dari
sahurnya karena dia azan di malam hari, agar orang yang mendirikan (shalat
malam) kembali dan orang-orang yang tidur agar ingat (bangun). Dan, fajar atau
subuh belum tampak." Beliau berisyarat dengan jari-jari di angkat ke atas
dan menundukkannya ke bawah, sehingga beliau berbuat begini. Zuhair berisyarat
dengan kedua jari penunjuknya, yang satu di atas yang lain, kemudian membentangkannya
ke kanan dan ke kiri. (dalam satu riwayat: Yazid menampakkan kedua tangannya,
kemudian membentangkan yang satu dari yang lain. 6/176)[6]
Bab Ke-14: Berapa Lama Waktu Antara Azan dan Iqamah serta
Orang yang Menantikan Iqamah untuk Shalat
346. Anas bin Malik berkata, "Apabila juru azan telah
selesai berazan, maka para (pembesar) sahabat Nabi beralih ke pilar-pilar
masjid pada waktu maghrib sampai beliau keluar sedang mereka masih shalat dua
rakaat sebelum shalat maghrib. Sedangkan, di antara azan dan iqamah itu tidak
ada apa-apa." (Dalam riwayat yang mu'allaq: Jarak keduanya-azan dan
iqamah-itu hanya sedikit)
Bab Ke-15: Orang yang Menantikan Iqamah Shalat
347. Aisyah r.a. berkata, "Apabila muadzin telah
selesai azan subuh, maka Rasulullah melakukan shalat dua rakaat yang ringan
sebelum shalat subuh, sesudah terbit fajar. Setelah itu beliau berbaring ke
sebelah kanan sampai muadzin datang kepada beliau memberitahukan hendak
iqamah."
Bab Ke-16: Di Antara Tiap-tiap Azan Dan Iqamah Ada Shalat
(Sunnah) bagi Orang yang Mau
348. Abdullah bin Mughaffal berkata, "Nabi bersabda,
'Di antara setiap dua azan (yakni antara azan dan iqamah) terdapat shalat, di
antara dua azan terdapat shalat.' Kemudian beliau bersabda pada kali ketiga,
'Bagi siapa yang mau.'"
Bab Ke-1 7: Orang yang Mengatakan Harus Ada Seorang Muadzin
di Dalam Perjalanan
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan
dengan isnadnya hadits Malik ibnul Huwairits yang akan disebutkan pada '95
-KHABARUL WAHID / 1 - BAB'.")
Bab Ke-18: Azan untuk Orang yang Bepergian Bersama-sama dan
Iqamah, Juga di Arafah Dan Muzdalifah. Demikian Pula Ucapan Muadzin,
"Ash-shalaatu Fir-rihaal 'Shalatlah Di Tempat Masing-Masing'," Pada
Malam yang Dingin atau Pada Saat Turun Hujan
Bab Ke-19: Apakah Suatu Keharusan Muadzin Menghadap dan
Menoleh ke Sana-Sini (ke Kanan dan ke Kiri) Pada Waktu Azan?
Diriwayatkan dari Bilal bahwa ia meletakkan kedua
jari-jarinya di kedua telinganya.[7]
Ibnu Umar tidak pernah meletakkan kedua jari-jarinya pada
kedua telinganya (pada waktu azan).[8]
Ibrahim mengatakan, "Tidak apa-apa mengumandangkan azan
dengan tanpa berwudhu."[9]
Atha' berkata, "Wudhu pada waktu azan adalah hak (yakni
begitulah yang terbaik) dan hukumnya adalah sunnah."[10]
Aisyah berkata, "Nabi berzikir (mengingat Allah) pada
semua waktunya."[11]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan
dengan isnadnya bagian hadits Abu Juhaifah yang disebutkan pada nomor 211 di
muka.")
Catatan Kaki:
[1] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/154) dengan
sanad sahih darinya.
[2] Imam Bukhari mengisyaratkan lemahnya riwayat ini.
Riwayat ini di-maushul-kan oleh Baihaqi dengan sanad yang munqathi 'terputus',
dan di-maushul-kan oleh Said bin Umar, tetapi dia matruk 'ditinggalkan oleh
para ulama hadits'.
[3] Di-maushul-kan oleh penyusun di dalam At-Tarikh dengan
isnad yang sahih dari Sulaiman.
[4] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak melihat riwayat ini
maushul."
[5] Demikianlah bunyi lafal pada kebanyakan perawi Bukhari,
padahal lafal "I'takafa" ini keliru. Yang benar ialah yang disebutkan
dalam al Muwaththa'-dan dari jalan ini penyusun menerimanya-yang berbunyi
sakata 'diam'. Silakan periksa al Fath jika Anda berkenan. Lafal seperti ini
(sakata) juga terdapat di dalam riwayat Aisyah seperti yang akan disebutkan
pada nomor 347 nanti.
[6] Isyarat ini maknanya, cahaya yang memanjang dari atas ke
bawah adalah fajar kadzib, dan ini berarti hari masih malam; sedang fajar
shadiq ialah yang cahayanya mendatar.
[7] Di-maushul-kan oleh lbnu Abi Syaibah (1/141), Abdur
Razzaq (1806), dan Tirmidzi, dan isnadnya sahih menurut syarat Bukhari dan
Muslim.
[8] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (1816) dan Ibnu Abi
Syaibah (1/210) dengan sanad yang bagus dari Ibnu Urnar.
[9] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dan Ibnu Abi
Syaibah dengan sanad yang sahih darinya.
[10] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (1799) dengan sanad
yang sahih darinya.
[11] Telah disebutkan di muka secara mu'allaq pada nomor 58
beserta penjelasan tentang siapa yang me-maushul-kannya di sana.
EmoticonEmoticon